01 April 2014

4444

2 komentar
4444
by Halona Mio

 Hey, aku Aska, pemilik lama nomor ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
Vero menatap SMS di layar ponselnya dengan kening berkerut. Bagaimana tidak? Baru beberapa menit ia mengaktifkan nomor barunya, nomor cantik yang di belakangnya terdapat angka 4444, SMS dari orang yang mengaku sebagai Aska masuk berbarengan dengan SMS konfirmasi registrasi dari operator seluler yang ia gunakan.
Vero coba mengecek SMS Aska, barangkali ada nomor tertera yang bisa ia hubungi. Tapi nihil. Tak buang-buang waktu untuk berpikir lebih lama, Vero memutuskan ini hanya kebetulan.
Beberapa waktu kemudian, Vero sibuk mengetik SMS mengabari teman-teman dan keluarganya kalau ia ganti nomor baru. Jujur saja, menurutnya ini pekerjaan yang paling menyebalkan. Tak kurang dari sepuluh orang membalas SMS-nya dan menanyakan alasan kenapa ia harus ganti nomor. SMS yang dengan mudah ia abaikan begitu saja karena ia benar-benar tak ingin membahasnya. Apakah mungkin dia mau pamer ke semua orang kalau alasan dia ganti nomor gara-gara diteror sama pacar cowok barunya? Nggak mungkin kan?
Vero menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir, kenapa nasib sial selalu menimpanya. Lain kali mungkin dia akan lebih mendengar nasehat Risa, salah satu sahabat baiknya di kampus. Risa sering bilang, jangan mudah percaya sama orang yang baru dikenal, sebaik apapun dia.
Vero menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Bertekad dalam hati, mulai sekarang ia tak akan mudah percaya sama orang lain. Vero benar-benar tidak ingin diperdaya lagi oleh siapapun.
“Halo?!” Vero langsung mengangkat ponselnya begitu ada panggilan masuk.
“Aska? Kenapa nomormu baru aktif?” terdengar suara berat seorang cowok dari seberang telepon.
Vero menjauhkan ponsel dari telinganya untuk mengecek nomornya. Nomor tak dikenal.
“Maaf, ini siapa? Ini Vero, bukan Aska,” sahut Vero agak ragu.
“Ini Gio, kamu temennya Aska?”
“Bukan, aku tidak tahu siapa Aska … emm … tapi tadi dia SMS ke nomor ini,” ujar Vero begitu ingat SMS tadi.
“SMS apa? Eh… apa kita bisa ketemu? Aku pengen pastiin sesuatu,” desak Gio langsung.
“Hah? Eh… bisa…” Vero menjawab tanpa sempat berpikir panjang.
“Jam tujuh malam ini ada waktu kan? Nanti aku SMS lokasinya,” sahut Gio cepat.
“Eh…” belum sempat Vero menanggapi, panggilan sudah ditutup dari seberang telepon.
Vero mengernyitkan dahi. Bertanya-tanya dalam hati, apa ia harus datang menemui cowok yang bahkan tidak ia kenal. Dan lagi-lagi Vero tidak melihat adanya masalah, jadi dia memutuskan untuk datang.
~o0O0o~
Hey, aku Aska, pemilik lama nomor ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
Vero mengerjapkan matanya mendengar dering ponselnya saat SMS masuk. Ia menatap layar ponselnya, mengecek waktu yang menunjukkan tepat tengah malam. Ia mendesah kesal karena lupa mengatur ponselnya dalam profil hening. Sudah sebulan berlalu sejak ia pertama kali mengaktifkan nomor barunya. SMS itu selalu masuk tiap empat jam.
Vero menguap lebar dan meregangkan tubuhnya di atas ranjang. Tiba-tiba ia merasa ingin buang air.
Saat beranjak bangun dari ranjangnnya Vero melihat sesosok bayangan gadis berwajah pucat dan berambut panjang terurai terpantul di kaca jendela kamarnya. Sosok itu menyeringai lebar kearahnya.
Vero segera menyalakan lampu kamarnya. Ia memang merinding, tapi tidak terlalu panik seperti waktu awal dia melihat sosok itu. Ya, sejak awal ia mengaktifkan nomor itu, sosok itu selalu menghantui hari-harinya.
Mungkinkah itu sosok Aska? Vero memang berpendapat demikian, begitu juga Gio. Lalu mengapa Vero masih mengaktifkan nomornya? Bukankah itu yang membuatnya dihantui?
Vero melakukannya tak lain dan tak bukan adalah demi Gio, cowok yang disukainya sejak awal mereka bertemu. Vero jatuh hati pada pembawaan Gio yang baik hati dan berkharisma. Tidak hanya itu, Gio adalah sosok kakak yang perhatian dengan adiknya, Aska.
Gio sedang mati-matian mencari Aska yang kabur dari rumah. Gio tak patah semangat untuk mencari Aska bahkan setelah mendengar dari Vero kalau Aska mungkin telah tiada, karena sosoknya mulai menghantui Vero.
            Vero berniat membantu Gio begitu melihat kesungguhannya. Mungkin mereka akan mendapat petunjuk jika nomor Aska tetap diaktifkan.
            “Ma, Mama di dalam?” Vero mengetuk pintu kamar mandi yang tertutup. Selang beberapa saat tak ada jawabn.
            “Maa…” ulangnya, kali ini lebih keras.
            Masih tak ada jawaban. Vero coba membuka pintunya tapi terkunci. Dengan enggan ia turun dengan tangga untuk memakai kamar mandi di lantai bawah.
            Saat hendak menuruni tangga, Vero mulai menyadari ada yang tidak beres. Lampu di lantai bawah masih menyala. Dengan bergegas ia mulai menapaki anak tangga.
            Begitu terkejutnya Vero saat melihat keluarganya berkumpul di sana. Ayahnya yang sepertinya baru saja menerima panggilan telepon, meletakkan telepon dengan wajah sendu menahan tangis. Ibunya dan adik perempuannya, mereka berpelukan sambil mencucurkan air mata.
            Vero mengerjapkan matanya. Merasa linglung. Ia merasa tidak benar-benar yakin dengan pemandangan di depannya. Rasanya seperti menonton televisi dengan volume dikecilkan. Vero tak dapat menangkap suara apapun. Semua terasa… hening.
            “Maa… kenapa? Ada apa?” Dengan suara serak dipenuhi kepanikan, Vero menghampiri ibunya.
            Tak ada tanggapan apapun. Vero mulai berteriak lagi sekeras-sekerasnya. Ia menarik-narik tangan ibunya, adiknya dan ayahnya, tapi tak ada yang menggubrisnya. Semua orang tengah hanyut dengan kesedihan mereka dan tak satupun menyadari keberadaan Vero.
~o0O0o~
Hey, aku Aska, pemilik lama nomor ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
“SMS ini selalu masuk tiap empat jam, ngeri banget kan?” Vero menunjukkan SMS itu pada Gio sambil bergidik ngeri.
“Maaf ya Ver, kamu jadi harus mengalami kejadian kayak gitu,” ujar Gio menggenggam tangan Vero sambil menatapnya dengan tatapan penuh simpati.
“Ah… nggak apa-apa kok. Awalnya memang ngeri, tapi lama-lama juga…” Vero tak meneruskan kata-katanya, bahkan untuk waktu yang lama pun ia mungkin masih merasa ngeri. “Lagipula ini untuk bisa bantu temuin adik kamu,” tambah Vero saat tak menemukan kalimat lain yang tepat.
“Makasih ya Ver,” senyum Gio yang lembut langsung meluluhkan hati Vero.
“Emm… ga perlu,” Vero menarik tangannya dari genggaman Gio dan tersenyum malu-malu. Ia benar-benar salah tingkah.
“Eh… ngomong-ngomong kenapa di rumahmu tidak ada orang?” Vero berdiri dari sofa diruang tamu dan berkeliling mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah.
“Sebenarnya ini vila, keluargaku tidak tinggal di sini,” sahut Gio.
“Hah… lalu kenapa kamu bawa aku ke sini?”
“Tentu saja… karena kamu milikku,” sahut Gio kali ini berjalan membelakangi Vero menuju pintu depan.
“Hahh??” Vero tidak yakin dengan apa yang barusan ia dengar.
“Mulai sekarang kamu harus tinggal di sini bersama yang lain,” ujar Gio membalikkan tubuhnya berhadap-hadapan dengan Vero. Ia baru saja mengunci pintu depan.
“Apa maksudmu?” Vero mulai ngeri melihat ekspresi wajah Gio yang tidak pernah ia lihat. Senyum yang mengancam.
“Aska bukan adikku, tapi dia milikku….” Gio melangkah perlahan menghampiri Vero yang berdiri terpaku.
“4444, harusnya kamu patuhi permintaan Aska…” tambah Gio, kali ini dengan sedikit nada geli didalamnya.
“Jangan-jangan kau juga datang kesini tanpa memberitahu siapapun karena takut dilarang…” ujar Gio dengan nada penuh kemenangan.
“Selamat datang,” bisik Gio di telinga Vero.
Vero merinding. Tubuhnya yang beberapa saat lalu membeku karena ngeri dan shock, akhirnya mulai mendapatkan sensasinya. Vero segera menginjak kaki Gio dengan kencang dan lari mencari jalan keluar.
 Gio yang berdiri tepat di belakang Vero mengaduh kesakitan. Dengan kaki terpincang-pincang ia berusaha mengejar Vero.
Gio membelalak saat melihat Vero menemukan jalan keluar. Ia mengutuki dirinya karena lupa mengunci pintu belakang.
Vero benar-benar panik dan ketakutan. Ia berlari dengan kencang sampai jatuh tersandung beberapa kali. Ia terus berlari dan berlari tanpa melihat sekeliling. Sayup-sayup terdengar olehnya suara langkah kaki orang yang mengejarnya. Ia terlalu takut hanya untuk menoleh kebelakang.
Kakinya terasa lelah tapi ia merasa takut untuk berhenti. Ia tak tahu harus menuju kemana. Tak nampak satu orang pun yang bisa ia mintai tolong.
Di tengah rasa takut dan putus asa yang menyesaki ruang di dadanya tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar… dering ponselnya.
Vero membuka matanya. Ia langsung menyadari ia sedang menatap langit-langit di kamarnya. Ia mengambil ponselnya yang terus berdering.
Ada SMS masuk…
Hey, aku Aska, pemilik lama nomor ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
~o0O0o~


 

Mio's Garden Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template