4444
Hey, aku
Aska, pemilik lama nomor ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
Vero
menatap SMS di layar ponselnya dengan kening berkerut. Bagaimana tidak? Baru
beberapa menit ia mengaktifkan nomor barunya, nomor cantik yang di belakangnya
terdapat angka 4444, SMS dari orang yang mengaku sebagai Aska masuk berbarengan
dengan SMS konfirmasi registrasi dari operator seluler yang ia gunakan.
Vero
coba mengecek SMS Aska, barangkali ada nomor tertera yang bisa ia hubungi. Tapi
nihil. Tak buang-buang waktu untuk berpikir lebih lama, Vero memutuskan ini
hanya kebetulan.
Beberapa
waktu kemudian, Vero sibuk mengetik SMS mengabari teman-teman dan keluarganya
kalau ia ganti nomor baru. Jujur saja, menurutnya ini pekerjaan yang paling menyebalkan.
Tak kurang dari sepuluh orang membalas SMS-nya dan menanyakan alasan kenapa ia
harus ganti nomor. SMS yang dengan mudah ia abaikan begitu saja karena ia
benar-benar tak ingin membahasnya. Apakah mungkin dia mau pamer ke semua orang
kalau alasan dia ganti nomor gara-gara diteror sama pacar cowok barunya? Nggak
mungkin kan?
Vero
menghela nafas panjang. Ia tak habis pikir, kenapa nasib sial selalu
menimpanya. Lain kali mungkin dia akan lebih mendengar nasehat Risa, salah satu
sahabat baiknya di kampus. Risa sering bilang, jangan mudah percaya sama orang
yang baru dikenal, sebaik apapun dia.
Vero
menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Bertekad dalam hati, mulai sekarang ia tak
akan mudah percaya sama orang lain. Vero benar-benar tidak ingin diperdaya lagi
oleh siapapun.
“Halo?!”
Vero langsung mengangkat ponselnya begitu ada panggilan masuk.
“Aska?
Kenapa nomormu baru aktif?” terdengar suara berat seorang cowok dari seberang
telepon.
Vero
menjauhkan ponsel dari telinganya untuk mengecek nomornya. Nomor tak dikenal.
“Maaf,
ini siapa? Ini Vero, bukan Aska,” sahut Vero agak ragu.
“Ini
Gio, kamu temennya Aska?”
“Bukan,
aku tidak tahu siapa Aska … emm … tapi tadi dia SMS ke nomor ini,” ujar Vero
begitu ingat SMS tadi.
“SMS
apa? Eh… apa kita bisa ketemu? Aku pengen pastiin sesuatu,” desak Gio langsung.
“Hah?
Eh… bisa…” Vero menjawab tanpa sempat berpikir panjang.
“Jam
tujuh malam ini ada waktu kan? Nanti aku SMS lokasinya,” sahut Gio cepat.
“Eh…”
belum sempat Vero menanggapi, panggilan sudah ditutup dari seberang telepon.
Vero
mengernyitkan dahi. Bertanya-tanya dalam hati, apa ia harus datang menemui
cowok yang bahkan tidak ia kenal. Dan lagi-lagi Vero tidak melihat adanya
masalah, jadi dia memutuskan untuk datang.
~o0O0o~
Hey, aku Aska, pemilik lama nomor
ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
Vero
mengerjapkan matanya mendengar dering ponselnya saat SMS masuk. Ia menatap
layar ponselnya, mengecek waktu yang menunjukkan tepat tengah malam. Ia
mendesah kesal karena lupa mengatur ponselnya dalam profil hening. Sudah
sebulan berlalu sejak ia pertama kali mengaktifkan nomor barunya. SMS itu
selalu masuk tiap empat jam.
Vero
menguap lebar dan meregangkan tubuhnya di atas ranjang. Tiba-tiba ia merasa
ingin buang air.
Saat
beranjak bangun dari ranjangnnya Vero melihat sesosok bayangan gadis berwajah
pucat dan berambut panjang terurai terpantul di kaca jendela kamarnya. Sosok
itu menyeringai lebar kearahnya.
Vero
segera menyalakan lampu kamarnya. Ia memang merinding, tapi tidak terlalu panik
seperti waktu awal dia melihat sosok itu. Ya, sejak awal ia mengaktifkan nomor
itu, sosok itu selalu menghantui hari-harinya.
Mungkinkah
itu sosok Aska? Vero memang berpendapat demikian, begitu juga Gio. Lalu mengapa
Vero masih mengaktifkan nomornya? Bukankah itu yang membuatnya dihantui?
Vero
melakukannya tak lain dan tak bukan adalah demi Gio, cowok yang disukainya
sejak awal mereka bertemu. Vero jatuh hati pada pembawaan Gio yang baik hati
dan berkharisma. Tidak hanya itu, Gio adalah sosok kakak yang perhatian dengan
adiknya, Aska.
Gio
sedang mati-matian mencari Aska yang kabur dari rumah. Gio tak patah semangat
untuk mencari Aska bahkan setelah mendengar dari Vero kalau Aska mungkin telah
tiada, karena sosoknya mulai menghantui Vero.
Vero berniat membantu Gio begitu
melihat kesungguhannya. Mungkin mereka akan mendapat petunjuk jika nomor Aska
tetap diaktifkan.
“Ma, Mama di dalam?” Vero mengetuk
pintu kamar mandi yang tertutup. Selang beberapa saat tak ada jawabn.
“Maa…” ulangnya, kali ini lebih
keras.
Masih tak ada jawaban. Vero coba
membuka pintunya tapi terkunci. Dengan enggan ia turun dengan tangga untuk
memakai kamar mandi di lantai bawah.
Saat hendak menuruni tangga, Vero
mulai menyadari ada yang tidak beres. Lampu di lantai bawah masih menyala.
Dengan bergegas ia mulai menapaki anak tangga.
Begitu terkejutnya Vero saat melihat
keluarganya berkumpul di sana. Ayahnya yang sepertinya baru saja menerima
panggilan telepon, meletakkan telepon dengan wajah sendu menahan tangis. Ibunya
dan adik perempuannya, mereka berpelukan sambil mencucurkan air mata.
Vero mengerjapkan matanya. Merasa
linglung. Ia merasa tidak benar-benar yakin dengan pemandangan di depannya.
Rasanya seperti menonton televisi dengan volume dikecilkan. Vero tak dapat
menangkap suara apapun. Semua terasa… hening.
“Maa… kenapa? Ada apa?” Dengan suara
serak dipenuhi kepanikan, Vero menghampiri ibunya.
Tak ada tanggapan apapun. Vero mulai
berteriak lagi sekeras-sekerasnya. Ia menarik-narik tangan ibunya, adiknya dan
ayahnya, tapi tak ada yang menggubrisnya. Semua orang tengah hanyut dengan
kesedihan mereka dan tak satupun menyadari keberadaan Vero.
~o0O0o~
Hey, aku Aska, pemilik lama nomor
ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
“SMS
ini selalu masuk tiap empat jam, ngeri banget kan?” Vero menunjukkan SMS itu
pada Gio sambil bergidik ngeri.
“Maaf
ya Ver, kamu jadi harus mengalami kejadian kayak gitu,” ujar Gio menggenggam
tangan Vero sambil menatapnya dengan tatapan penuh simpati.
“Ah…
nggak apa-apa kok. Awalnya memang ngeri, tapi lama-lama juga…” Vero tak
meneruskan kata-katanya, bahkan untuk waktu yang lama pun ia mungkin masih
merasa ngeri. “Lagipula ini untuk bisa bantu temuin adik kamu,” tambah Vero
saat tak menemukan kalimat lain yang tepat.
“Makasih
ya Ver,” senyum Gio yang lembut langsung meluluhkan hati Vero.
“Emm…
ga perlu,” Vero menarik tangannya dari genggaman Gio dan tersenyum malu-malu.
Ia benar-benar salah tingkah.
“Eh…
ngomong-ngomong kenapa di rumahmu tidak ada orang?” Vero berdiri dari sofa
diruang tamu dan berkeliling mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah.
“Sebenarnya
ini vila, keluargaku tidak tinggal di sini,” sahut Gio.
“Hah…
lalu kenapa kamu bawa aku ke sini?”
“Tentu
saja… karena kamu milikku,” sahut Gio kali ini berjalan membelakangi Vero
menuju pintu depan.
“Hahh??”
Vero tidak yakin dengan apa yang barusan ia dengar.
“Mulai
sekarang kamu harus tinggal di sini bersama yang lain,” ujar Gio membalikkan
tubuhnya berhadap-hadapan dengan Vero. Ia baru saja mengunci pintu depan.
“Apa
maksudmu?” Vero mulai ngeri melihat ekspresi wajah Gio yang tidak pernah ia
lihat. Senyum yang mengancam.
“Aska
bukan adikku, tapi dia milikku….” Gio melangkah perlahan menghampiri Vero yang
berdiri terpaku.
“4444,
harusnya kamu patuhi permintaan Aska…” tambah Gio, kali ini dengan sedikit nada
geli didalamnya.
“Jangan-jangan
kau juga datang kesini tanpa memberitahu siapapun karena takut dilarang…” ujar
Gio dengan nada penuh kemenangan.
“Selamat
datang,” bisik Gio di telinga Vero.
Vero
merinding. Tubuhnya yang beberapa saat lalu membeku karena ngeri dan shock,
akhirnya mulai mendapatkan sensasinya. Vero segera menginjak kaki Gio dengan
kencang dan lari mencari jalan keluar.
Gio yang berdiri tepat di belakang Vero
mengaduh kesakitan. Dengan kaki terpincang-pincang ia berusaha mengejar Vero.
Gio
membelalak saat melihat Vero menemukan jalan keluar. Ia mengutuki dirinya
karena lupa mengunci pintu belakang.
Vero
benar-benar panik dan ketakutan. Ia berlari dengan kencang sampai jatuh tersandung
beberapa kali. Ia terus berlari dan berlari tanpa melihat sekeliling. Sayup-sayup
terdengar olehnya suara langkah kaki orang yang mengejarnya. Ia terlalu takut
hanya untuk menoleh kebelakang.
Kakinya
terasa lelah tapi ia merasa takut untuk berhenti. Ia tak tahu harus menuju
kemana. Tak nampak satu orang pun yang bisa ia mintai tolong.
Di
tengah rasa takut dan putus asa yang menyesaki ruang di dadanya tiba-tiba
terdengar suara yang sangat familiar… dering ponselnya.
Vero
membuka matanya. Ia langsung menyadari ia sedang menatap langit-langit di kamarnya.
Ia mengambil ponselnya yang terus berdering.
Ada
SMS masuk…
Hey, aku Aska, pemilik lama nomor
ini. Tolong nomor ini dinonaktifkan saja. Terima Kasih.
~o0O0o~